Pemerintah berencana mendirikan Pos Brigade Mobil (Brimob) Bawah Kendali Operasi (BKO) di Keude Dua Juli, Kabupaten Bireuen. Rencana ini ditentang oleh masyarakat Keude Dua. Mereka merasa resah kalau Pos Brimob ada di desa mereka. Mereka memutuskan untuk melakukan aksi protes pada Selasa, 25 Maret 2003, pukul 10.00 WIB. Saat itu, sekitar 1.000 orang warga Keude Dua Juli mendatangi pendopo bupati, di pusat kota Bireuen, Aceh. Mereka menggunakan 30 mobil. Sesampainya di sana, mereka memasuki halaman pendopo dengan berharap akan bisa menyampaikan aspirasinya kepada Bupati Bireuen.
Ternyata pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nasional di Indonesia (Polri) telah bersiap di sana. Menurut laporan dari relawan Komite Monitoring Perdamaian untuk Demokrasi (KMPD), sekitar 100 orang anggota TNI dan Brimob kemudian menghadang. Tak hanya itu, mereka mengejar dan menakut-nakuti massa. Massa yang sebagian besar perempuan itu berlarian dengan ketakutan.
Saat massa sedang kalut, dua aktivis Link for Community Development (LCD) sebuah Non-Govermental Organization (NGO) yang bergerak di bidang kemanusiaan diculik oleh orang yang berpakaian seperti preman. Keduanya adalah Zulfikar (24) seorang mahasiswa Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar Raniry dan Mukhlis (27) seorang mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Ar Raniry. Mereka terlibat dalam aksi karena mendapat laporan bahwa warga Juli akan mengungsi, mereka bermaksud memantau dan mendampingi warga yang akan mengungsi tersebut.
Menurut relawan KMPD, Zulfikar diculik sekitar pukul 10.30 WIB di saat massa sedang kalut karena dihadang aparat, sedangkan Muhklis hilang sekitar pukul 11.30 WIB. KMPD juga menyatakan, kemungkinan besar penculiknya adalah Satuan Gabungan Intelijen (SGI) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Pos Bireuen. Relawan KMPD sempat melihat Zulfikar ditarik kerah bajunya oleh orang yang dikenal masyarakat sebagai anggota SGI/Kopassus, ia dimasukkan ke dalam mobil kijang yang dikendarai pelaku.
Mukhlis juga mengalami nasib yang sama di hari itu. Ia tak bisa dihubungi sejak pukul 11.30 WIB. Sekitar pukul 14.00 WIB, seorang rekan Muhklis yang juga relawan KMPD mendapat kiriman SMS dari handphone Muhklis, isinya dalam bahasa Aceh “Meunyo loen di drop so nyang cok?,” yang artinya “Jika saya ditangkap siapa yang ambil?,” ketika dihubungi kembali, hp itu langsung dimatikan. Sejak saat itu, tidak ada lagi kabar dari Mukhlis.
Adapun masyarakat Juli yang dihalau oleh aparat TNI dan Brimob, mereka kemudian mengungsi ke Mesjid Jami’ Bireuen. Arus pengungsian terus berlangsung, masyarakat dari Teupin Mane juga ikut mengungsi ke sana sehingga jumlah pengungsi menjadi sekitar 3.000 orang.
Lika-liku Mencari Zulfikar dan Mukhlis
Pada hari Jumat, 28 Maret 2003 Tim Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, bersama dengan keluarga korban telah mendatangi sekretariat Tim Monitoring Tri Partiet/ Joint Security Committee (JSC) Bireuen. Pada pertemuan itu, Tim Advokasi LBH Banda Aceh, diterima oleh seluruh perwakilan para pihak di JSC. Tim advokasi LBH menanyakan penanganan kasus penculikan Zulfikar dan Mukhlis. Pertemuan itu dihadiri oleh Kapten (Pol.) Andre (RI), Mayor (Pol.) Iwan (RI), Mayor Danai (International), Muhammad (GAM) dan Hamdani (GAM). Ketika Tim LBH menanyakan sejauh mana penanganan kasus ini oleh pihak JSC, Kapten Pol. Andre mengatakan pihaknya telah mengkonfirmasi ke seluruh satuan keamanan yang bertugas di Bireuen. Termasuk ke Kepolisian Sektor (Polsek), Komando Rayon Militer (Koramil) dan SGI Bireuen. Tak ada yang mengakui telah menangkap korban. Kapten Pol. Andre malah balik mempertanyakan apa dasar sehingga LBH menuduh aparat yang menculik.
Tim LBH mengatakan memiliki tiga bukti yaitu 1) adanya saksi mata yang melihat peristiwa penculikan itu, 2) adanya pemberitaan di harian Waspada pada 27 Maret 2003, bahwa pihak SGI telah mengakui menangkap kedua korban dengan alasan telah memprovokasi massa, dan 3) adanya foto adegan penculikan itu. Setelah dipaparkan, barulah Andre berjanji akan mengkonfirmasi kembali ke seluruh satuan di Bireuen. Ia juga menyatakan bahwa jika benar pelakunya TNI, pihaknya akan segera melaporkan hal tersebut ke polisi militer supaya diusut.
Tim LBH kemudian meminta waktu kepada mereka untuk mempresentasikan dua foto rekaman peristiwa penculikan tersebut. Mereka bersedia. Berikut ini penjelasan LBH kepada seluruh anggota TMT/JSC Bireuen.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa kedua korban sedang digiring ke mobil King Comando LDX abu-abu gelap dengan plat nomor BL 406 (atau 408) oleh gepra berpakaian preman. Terlihat bagian belakang punggung Zulfikar yang mengenakan kemeja biru muda. Ia mengenakan sandal. Di sampingnya ada Mukhlis yang mengenakan baju kaos berkerah coklat. Di samping kiri dengan jarak yang agak renggan, berjalan salah seorang pelaku penangkapan yang mengenakan kemeja lengan pendek bermotif kotak-kotak warna kuning hijau dan bercelana jeans biru. Di samping kanan kedua korban, berjalan seorang pelaku penangkapan (dengan wajah setengah kelihatan akibat tertutup oleh pria di belakangnya). Ia mengenaan kemeja putih dan celana kain hitam. Sementara pria yang berjalan di belakang kedua korban (mengenakan baju kaus berkerah bermotif garis-garis warna hijau dan coklat) adalah juga pelaku penangkapan kedua korban. Pria yang berjalan di belakang ini menurut keterangan saksi mata adalah bernama Karno (anggota Koramil Bireuen). Belakangan diketahui Karno ini berasal dari kesatuan Kopassus/SGI yang ditugaskan di Koramil Bireuen.
Gambar di atas menunjukkan pelaku yang sedang menutup pintu mobil kijang Komando abu-abu gelap. Berdasarkan laporan saksi mata, kedua korban telah dimasukkan ke dalam mobil tersebut.
Setelah mempresentasikan bukti foto ini, staf JSC perwakilan International, Mayor Danai, meminta kedua foto ini. Ia akan mencetaknya pakai printer dan file-nya akan disimpan di komputer JSC. Setelah dia mencetak kedua gambar, keluarga korban dan Tim LBH diminta untuk menandatangani kedua hasil cetakan itu dan menjelaskan bahwa kedua gambar tersebut telah dipresentasikan sesuai aslinya, tanpa adanya modifikasi atau perubahan sebelumnya.
Kemudian, Tim LBH menanyakan kembali komitmen untuk menangani kasus ini. Kapten Pol. Andre mengatakan pihaknya akan mengkonfirmasi kembali temuan bukti baru ini ke seluruh satuan. Tim LBH meminta waktu untuk bertemu kembali besoknya pada Sabtu, 29 Maret 2003, guna mengetahui perkembangan terbaru. Awalnya Andre agak keberatan, tapi karena mereka terus mendesak akhirnya pertemuan itu terlaksanakan.
Di hari yang sama, Tim LBH Banda Aceh beserta keluarga korban dengan didampingi oleh Peace Brigade International (PBI) kembali mendatangi sekretariat TMT/JSC. Kedatangan mereka untuk menanyakan kembali perkembangan kasus tersebut. Mereka diterima Kapten (TNI) Putra (JSC RI) dan Kapten (CPM) Guntur. Tampaknya keduanya tidak begitu mengerti persoalan ini, terlihat dari sikap yang justru meminta LBH menangani kasus lain yang pelakunya adalah GAM. Arie Maulana menjelaskan maksud kedatangan LBH, dan meminta pembicaraan agar lebih fokus pada kasus penculikan dua aktivis ini. Suasana berubah tegang, yang menganggap LBH telah menekan JSC (dalam hal ini pihak RI). Dan mengancam akan memanggil polisi untuk menangkap LBH.
Ketika LBH dan para korban menanyakan Kapten (Pol) Andre dan Mayor (Pol.) Iwan yang sebelumnya menerima mereka, tenyata keduanya sedang keluar. Tim LBH mengingatkan kembali sudah berjanji sebelumnya. Kapten Putra kembali marah-marah. Suasana kembali tegang. Keduanya mengatakan pihaknya sudah mengecek semua kesatuan tadi malam dan tidak ada yang melakukan penangkapan. Kapten Putra kembali menuduh mereka sedang melakukan penekanan. Kapten Putra menyarankan agar LBH melapor ke polisi saja.
Akhirnya, karena suasana kembali memanas mereka memutuskan untuk segera pulang. Sebelumnya LBH meminta agar Mayor Danai bisa menjelaskan tindakan terakhir yang telah mereka lakukan sehubungan dengan kasus ini. Ia menyatakan tidak bisa berbuat banyak karena tidak memiliki kewenangan yang besar. Ia justru meminta agar LBH dapat mempercayainya, karena menurutnya, apa yang telah disampaikan oleh Kapten (TNI) Putra benar adanya.
Kapten (Pol) Andre dan Mayor (Pol) Iwan yang mereka tunggu tidak kunjung datang. Karena tidak ada kejelasan mengenai keberadaan kedua korban, Tim LBH bersama dengan keluarga korban memutuskan untuk membuat pengaduan ke Kepolisiaan Daerah Aceh di Banda Aceh, pukul 18.00 WIB hari itu juga.
Di Polda Tim LBH diterima oleh Bripka Yugun Sibaragiang. Polisi memeriksa keluarga korban sekitar satu jam. Ishak Hanafiah, ayah kandung Muhklis, dan Jamaluddin Ilyas, ayah kandung Zulfikar, memberikan keterangan mengenai kronologi kejadian. Pihak Kepolisian Daerah Aceh berjanji akan segera memproses pengaduan
Selanjutnya, pihak Polda meminta Tim LBH untuk menghadirkan saksi mata peristiwa penculikan tersebut. Tim LBH Banda Aceh menyanggupi permintaan ini dan berjanji akan mengatur jadwal pemeriksaan saksi. LBH menerima surat tanda bukti penerimaan laporan/pengaduan yaitu No. Pol: STBPL/16/II/2003/Dit Reskrim tertanggal 29 Maret 2003.
Kami dari LBH telah menghadirkan saksi, Hasilnya? Sampai kini korban penculikan tetap tidak jelas nasibnya.
Source: Buku Mereka Yang Hilang dan Mereka Yang Tidak Kembali